Inflasi dan perekonomian Indonesia sangat saling berkaitan. Apabila tingkat inflasi tinggi, sudah dipastikan akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, dimana akan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi. 
Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti penyakit endemis dan berakar di sejarah. Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah. Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak saja”). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi - akan tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karenainflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5 persen setahun.

Perekonomian
Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan adalah ditahun 1997 dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan sangat mempengaruhi ikliminvestasi di Indonesia. Mungkin hal itulah yang terus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak pada penerimaan negara serta pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa mendatang. Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri.

Namun semua itu bisa terwujud apabila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar telah kondusif. Kebijakan pemerintah saat ini di dalam pemberantasan terorisme, serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator makro ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi prioritas utama bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas ekonomi sedang berlangsung dengan baik pada negaranya.


Dalam ekonomi, deflasi adalah suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar. Salah satu cara menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga.
Dalam keuangan modern, deflasi didefinisikan sebagai meningkatnya permintaan terhadap uang berdasarkan jumlah uang yang berada di masyarakat. Teori Jumlah Peredaran Uang (Quantity Theory of Money) didapatkan dari persamaan Fisher sebagai berikut:

MV = PT

Ket :
M : Money Supply atau Persediaan Uang di masyarakat
V : Velocity atau kecepatan perputaran uang.
P : Average Price Level atau tingkat harga rata-rata.
T : Total Number of transactions atau Jumlah Transaksi.

Didalam deflasi, kontraksi dari persediaan uang akan membuat berkurangnya kecepatan perputaran uang, Lalu jumlah transaksi akan menurun dan jatuhnya harga barang dan jasa secara umum.

KEUNTUNGAN DEFLASI :
Menurunnya harga barang di pasaran.

KERUGIAN DEFLASI :
1. Deflasi dapat menyebabkan menurunnya persediaan uang di masyarakat dan akan menyebabkan depresi besar (seperti yang dialami Amerika dulu) dan juga akan membuat pasar Investasi (Saham) akan mengalami kekacauan.
2. Dampak susulan dari melesunya kegiatan ekonomi adalah banyak pekerja yang akhirnya mengalami PHK karena pemiliki bisnis tidak sanggup membayar gaji karyawannya (lha barang tidak laku, mau bayar dari mana?). Dengan demikian pendapatan yang diterima masyarakat menjadi sedikit dan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang.
3. Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan menambah berat kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan.
4. Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu negara menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank. Ini memang merupakan langkah paliatif untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.

Dengan deflasi, mata uang kita mengalami apresiasi atau peningkatan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ada 4 penyebab deflasi:
1. Menurunnya persediaan uang di masyarakat
2. Meningkatnya persediaan barang
3. Menurunnya permintaan akan suatu barang
4. Naiknya permintaan akan uang.





Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Penyebab
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu :
kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

Penggolongan

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
  1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
  2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
  3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
  4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
Mengukur inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
  • Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
  • Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
  • Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
  • Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
  • Indeks harga barang-barang modal
  • Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

Dampak

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
(sumber: google.com)


Berikut ciri-ciri negara berkembang akan disebutkan disertai dengan sedikit penjelasan:

1. Standar Hidup yang Rendah
Majunya suatu golongan masyrakat disebabkan mereka bisa menangkap peluang yang harus diraih untuk memperoleh kehidupan yang baik. Bagi mereka yang hidupnya lebih baik merupakan ukuran standar kehidupan. Di negara berkembang standar hidup sebagian besar penduduknya masih rendah. Standar hidup yang rendah tersebut dimanifestasikan secara kuantitatif dan kualitatif dalam bentuk pendapatan yang rendah (kemiskinan), perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, pendidikan yang rendah dan kurang bermutu, angka kematian bayi yang tinggi, harapan hidup yang rendah. 

2. Produktivitas yang Rendah
Produktivitas yang tinggi lebih disebabkan oleh pemanfaatan teknologi dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan menghasilkan tenaga terampil dan mampu memanfaatkan teknologi. Penduduk negara berkembang sangat lemah dalam penguasaan teknologi. Negara yang sedang berkembang ditandai dengan produktivitas tenaga kerja yang rendah. Konsep fungsi produksi yang menghubungkan output dengan bermacam-macam kombinasi penggunaan faktor input berdasarkan teknologi tertentu seringkali digunakan untuk menjelaskan bagaimana penduduk memenuhi kebutuhannya. Tetapi secara teknis konsep fungsi produksi perlu ditambahkan dengan kemampuan manajerial, motivasi tenaga kerja, dan fleksibelitas kelembagaan yang mendukung.
Berdasarkan argumentasi tingkat produktivitas dapat dinaikkan melalui mobilitas tabungan dalam negeri dan bantuan modal asing guna meningkatkan investasi baru dalam barang-barang modal serta investasi dibidang pendidikan dan pelatihan untuk menambah keterampilan.

3. Tingkat Pertumbuhan Penduduk dan Beban Ketergantungan yang Tinggi
Hampir semua negara terbelakang mempunyai potensi pertumbuhan penduduk yang tinggi serta dibarengi oleh tingkat kematian yang cenderung menurun. Kemajuan ilmu kedokteran telah dapat menurunkan tingkat kematian dan menaikkan tingkat kesuburan. Akibatnya pertumbuhan penduduk dalam suatu negara meninggat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan penghambat dalam pembangunan ekonomi, jika penduduk itu tidak mampu mengembangkan dirinya sebagai masyarakat mandiri.
Implikasi utama tingginya tingkat kelahiran adalah bahwa lebih dari 40 persen penduduknya terdiri dari anak-anak yang berumur kurang dari 15 tahun (kelompok usia muda). Makin banyak keluarga yang ditanggung makin kecil kesempatan bagi keluarga tersebut untuk menabung. Banyaknya usia muda dalam suatu keluarga (negara) akan menyebabkan tingginya beban ketergantungan. Rata-rata rasio beban ketergantungan di negara berkembang 1:4. Artinya setiap kepala keluarga menanggung kehidupan orang lain (istri, anak, dan anggota keluarga lainnya) minimal 4 orang. Tingginya rasio ketergantungan ini menyebabkan kemampuan membangun sumberdaya manusia rendah. 

4. Tingkat Pengangguran yang Tinggi
Salah satu menifestasi mendasar dari faktor-faktor yang mengakibatkan rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang adalah kurangnya penggunaan tenaga kerja atau penggunaan tenaga kerja yang tidak efisien dibandingkan dengan negara maju. Penggunaan tenaga kerja di bawah standar dapat disebabkan karena; Pertama, keadaan setengah menganggur (underemployment) penduduk kota maupun desa yang bekerja di bawah jam kerja normal. Keadaan setengah mengganggur juga meliputi mereka yang bekerja secara normal dengan waktu penuh tetapi produktivitasnya rendah hingga pengurangan jam kerja tidak berpengaruh tehadap total otput; Kedua, pengangguran terbuka, yakni penduduk yang mampu dan ingin bekerja tetapi tidak tersedia lapangan pekerjaan.
Di negara terbelakang sering dijumpai pengangguran dan pengangguran tersembunyi dalam jumlah besar. Pengangguran di kota membengkak akibat arus urbanisasi dan meningkatnya pendidikan. Dari sisi lain sektor industri tidak berkembang sejalan dengan pertumbuhan tenaga kerja sehingga memperbesar pengangguran.

5. Ketergantungan Sektor Pertanian dan Ekspor Barang Primer
Di negara berkembang duapertiga atau lebih penduduknya tinggal di pedesaan dan mata pencarian utama adalah pertanian. Alasan utama terkonsentrasinya penduduk dan produksi dalam aktivitas pertanian dan produksi primer lainnya adalah bahwa pada tingkat pendapatan yang rendah perioritas pertama setiap orang adalah pangan, pakaian dan papan. Rendahnya produktivitas pertanian di negara berkembang disebabkan karena besarnya jumlah penduduk dibandingkan dengan lahan pertanian yang tersedia, juga disebabkan karena teknologi yang dipergunakan pada sektor pertanian masih bersifat primitif, terbatasnya modal fisik dan kemampuan manusianya.
Dari sisi lain negara-negara berkembang pada umumnya lebih banyak berorientasi kepada produksi barang primer (pertanian, bahan bakar, hasil hutan, dan bahan mentah). Barang-barang primer tersebut merupakan ekspor utama ke negara lain. Dari sisi volume ekspor cukup tinggi, tapi nilai ekspornya rendah. Alhasil kontribusi sektor primer terhadap PDB juga rendah. 

6. Ketergantungan yang Kuat dalam Hubungan Internasional
Biasanya negara sedang berkembang sangat berorientasi pada perdagangan luar negeri. Orientasi ini terlihat dari ekspor barang primer dan impor barang-barang konsumsi dan mesin. Terlalu tergantung pada ekspor barang primer ini akan menimbulkan dampak negatif pada perekonomian negara tersebut; Pertama. Perekonomian hanya terpusat pada produksi barang primer untuk ekspor, akibat sektor ekonomi lainnya terabaikan; Kedua, perekonomian menjadi rentan terhadap fluktuasi harga internasional barang-barang ekspor tersebut. Depresi dunia akan menjatuhkan harga dan permintaan. Akibat seluruh perekonomian terkena efek buruk; dan Ketiga, karena tergantung pada beberapa mata dagang ekspor, maka perekonomian akan menjadi sangat tergantung pada impor. Impor pada umumnya terdiri dari bahan bakar, bahan pabrik, matadagangan primer, alat-alat transpor dan mesin, dan bahkan makanan. Di samping itu harus diperhatikan juga pengaruh demonstration effect yang cenderung meningkatkan impor menjadi semakin besar.
Menurut Nurkse yang dikutip oleh Jhingan (1994), salah satu faktor penting yang memperlambat pembentukan modal di negara terbelakang adalah keinginan untuk meniru standar konsumsi mewah negara maju. Gejala ini terkenal dengan demonstration effect.
Akibat demonstration effect akan berpengaruh buruk kepada kecenderungan menabung (propensity to save). Pengeluaran mereka untuk konsumsi barang mewah meningkat seiring kemauan yang sudah surut untuk menabung. Demonstration effect akan mempersulit pemerintah untuk mempergunakan keuangan negara sebagai sarana pembentukan modal. Demonstration effect yang menyebabkan meningkatnya permintaan akan barang impor akan melahirkan tekanan inflasioner dan ketidakseimbangan neraca pembayaran.

7. Pasar & Informasi Tidak Sempurna
Kondisi perekonomian negara berkembang kurang berkompetisi sehingga masih dikuasai oleh usaha monopoli, oligopoli, monopsoni dan oligopsoni. Informasi di pasar hanya dikuasai oleh sekelompok orang saja serta kurangnya pengetahuan SDM untuk mengakses itu semua.

8. Tingkat Ketergantungan Pada Angkatan Kerja Tinggi
Perbandingan jumlah penduduk yang masuk dalam kategori angkatan kerja dengan penduduk non angkatan kerja di negara sedang berkembang nilainya berbeda dengan dengan di negara maju. Dengan demikian di negara maju penduduk yang berada dalam usia nonproduktif lebih banyak bergantung pada yang masuk angkatan kerja.